"Akal adalah makhluk Allah terbesar yang melayakkan manusia menjadi khalifah-Nya. Tunjuk peta fikiran yang benar dan mendudukkan ilmu pada martabat yang sebenar supaya terjadi seperti sebatang pokok yang bermula dari akar tunjang, perdu, batang, cabang ranting, daun, bunga dan buah." - Ustaz Abdul Halim Abas

Monday, January 21, 2013

Bab 3: Risalah An Nur (bah.1)

MUNCULNYA RISALAH-RISALAH AN-NUR


1343H
1926M

BARLA

Sheikh Said nursi sampai di tempat pengasingannya, Barla, daerah Sparte, di barat Anatoli pada musim dingin tahun1926M. Pada malam beliau meringkuk di dalam lokap. Kemudian beliau diberi sebuah rumah kecil terdiri dari dua kamar yang menghadap ke arah padang rumput Barla. Kebunnya luas sampai ke danau Igridir.

Di sana, sejauh empat jam perjalanan dari kota, di samping danau indah yang ada dua pulau di tengah-tengahnya itu, terdapat gunung Igridir yang diselimuti dengan pohon-pohon cemara.

Pada masa itu, Turki hidup dalam zaman gelap gelita karena kediktatoran, kezaliman, permusuhan terang-terangan terhadap agama dan usaha memadamkan cahaya Allah serta memerangi syariatNya atas nama peradaban.

Keadaan ini berlangsung selama seperempat abad, yaitu sampai tahun 1950M.Terdapat niat dan makar jahat untuk memutuskan hubungan bangsa Turki dengan Islam sampai ke akar-akarnya. Akan tetapi kerana hal itu sukar dilaksanakan, mereka merancang agar supaya keluar generasi akan datang yang jauh dari ajaran Islam, yaitu dengan mengeringkan semua sumber yang memberi makanan jiwa dan akalnya dengan Islam dan ajaran-ajarannya.

Mereka melarang pengajaran agama di sekolah-sekolah dan menggantikan huruf Arab dengan huruf Latin serta mengumumkan bahwa negara ini adalah negara sekular. Mereka membentuk mahkamah-mahkamah untuk menanamkan rasa takut dan gentar di seluruh negara dan mereka menggantung sampai mati para ulama dan orang-orang yang ingin melawan penguasa.

Di antara rangkaian menerangi Islam adalah penangkapan Sheikh Badiuzzaman Said Nursi, seorang ulama yang warak dansedang beribadah sepenuh masa. Beliau lalu diasingkan di Barla, yaitu sebuah kota kecil dan jauh, supaya populariti beliau redup, pengaruhnya hilang dan dilupakan orang, sehingga keringlah sumber Islam yang mencurah ini.

Akan tetapi Allah Taala justeru mengkehendaki kota kecil ini menjadi sumber sinar Islam yang menerangi seloroh pelusuk Turki pada masa-masa selanjutnya.Sinarnya sampai di setiap desa, setiap kota dan setiap pelosok negara.

Di sana ada mata air di depan rumah kecil – airnya mengalir pada waktu musim panas dan dingin – sebagaimana terdapat di sana pohon pesawat (sycamore) yang besar, berdiri tegak di depan rumah. Pada waktu musim bunga dan panas, ribuan burung kecil menyanyi di atas dahan-dahannya yang banyak.

Seorang tukang kayu membuat sebuah kamar kecil dari kayu tanpa atap di atas pohon pesawat (sycamore) yang besar tersebut. Sheikh Badiuzzaman banyak menghabiskan masanya di situ pada musim bunga dan panas untuk beribadah kepada Allah, berfikir dan bertafakur serta untuk mengarang risalah-risalah an-Nur sehingga waktu pagi, sering kalinya. Sehingga penduduk Barla tidak tahu, masa bila Sheikh tidur dan bila bangun? Tidak ada orang yang lewat dekat pohon itu pada malam yang tenang kecuali pasti mendengar bunyi komat-kamit ulama yangsedang beribadah dan bertahajjud itu.

Di kota ini, dan di rumah ini, Sheikh Badiuzzaman Said Nursi menghabiskan masanya selama delapan setengah tahun. Di situlah beliau mengarang kebanyakkan risalah-risalah an-Nur. Jadi rumah ini adalah permulaan “Sekolah an-Nur”.

Sheikh Said Nursi sentiasa sakit. Beliau tidak berselera untuk makan. Bahkan bolehlah dikatakan bahawa beliau menghabiskan umurnya dalam keadaan setengah kenyang setengah lapar. Sehari semalam beliau hanya makan beberapa potong roti dan minum segelas kecil air. Makanan tersebut datang dari salah seorang tetangganya. Beliau selalu membayar harga makanan tersebut, kerana prinsip yang dilaksanakan sepanjang hidupnya adalah, tidak mengambil sesuatu tanpa balasan. Beliau membiayai hidupnya dengan lira emas tabungannya dan dengan hemat cermat berkah Ilahi.24

Mata-mata pemerintah senantiasa mengintai Sheikh Said Nursi dan mengawasi segala gerak-gerinya di Barla. Oleh kerana itu penduduk di sana tidak mendekatinya dan tidak banyak berbicara dengannya, sehingga beliau banyak menghabiskan waktunya di rumah atau keluar pada waktu musim bunga dan panas kepergunungan Igridir. Di sana, di puncak gunung tersebut dan di antara pepohonan, beliau bersendirian untuk bertafakur dan beribadah.

UZLAH DAN KESEPIAN

Beliau menulis tentang uzlah, kesepiandan keterasingannya pada waktu itu sebagai berikut: “Ketika saya berada di pengasingan saya – yaitu penawanan yang memedihkan – saya tinggal seorang diri,terasing dari orang lain di atas puncak gunung Jaam 25 yang menghadap ke arah rerumputan Barla. Saya mencari cahaya pada uzlah tersebut. Pada suatu malam, di kamar kecil tanpa atap yang dipasaang di atas pohon cemara yang tinggi itu, zaman ketuaanku meliputiku dengan berbagai perasaan keterangan – sebagaimana saya terangkan di dalam “al-Maktub as-Sadis dengan sejelas-jelasnya. Pada malam yang tenang, tanpa bunyi dan suara apa pun kecuali bunyi yang memedihkan itu telah menimpa perasaanku yang paling dalam dan menyentuh zaman ketuaanku serta rasa keterasinganku, maka zaman ketuaanku itu membisikiku dengan sebuah peringatan : “Sebagaimana siang hari telah berubah menjadi kuburan yang gelap, dan dunia telah memakai kain kafannya yang hitam, demikian pula siang umurmu akan berganti malam. Siang dunia akan berubah menjadi malam musim panas kematian”. Jiwaku menjawabnya dengan pedih : “Ya, sebagaimana saya sekarang terasing dari negeriku dan jauh dari tanah tumpah darahku, maka perpisahanku dengan orang-orang yang kukasihi pada umurku yang telah mencapai lima puluhtahun dan tidak bisa berbuat apa pun kecuali melinangkan air mata di belakang mereka, perpisahanku itu adalah keterasingan yang melebihi keterasinganku dari tanah tumpah darahku. Dan pada malam ini saya merasa terasing sehingga lebih sedih dan pedih daripada keterasinganku diatas gunung yang dipenuhi dengan keterasingan dan kesedihan ini. Masa tuaku memperingatkan aku akan dekatnya waktu perpisahan terakhir dari dunia dan segala isinya. Di dalam keterasingan yang dipenuhi kesedihan ini dan dari kesedihan yang bercampur kepedihan ini, saya mulai mencari nur dan cahaya harapan. Tiba-tiba datanglah “iman kepada Allah” untuk menyelamatkanku dan mengeratkan ikatanku serta memberiku hiburan yang seandainya penderitaan dan kesepianku berlipat ganda, nescaya hiburan tersebut cukup untuk mengobati jiwaku”. (33) 

PEMULAAN PERKENALAN

Para penduduk Barla sering melihat Sheikh Said ketika beliau keluar dari rumahnya menuju ke gunung atau kembali ke rumahnya dari gunung tersebut. Tidak seorang pun di antara mereka yang berani menegurnya. Beliau adalah orang yang tidak disukai penguasa, jadi mengapa membuat masalah dengan para penguasa sedang mereka tidak memerlukannya?! Akan tetapi... pada suatu hari, di waktu musim panas, Sheikh Said keluar dari rumahnya menuju ke gunung seperti biasa. Cuaca cerah, dan matahari pun bersinar terang. Namun begitu Sheikh Said sampai di puncak gunung, tiba-tiba langit diliputi dengan mendung hitam yang memberi peringatan akan dekatnya angin taufan. Dan benar saja, langit berkilat dan petir menyambar-nyambar lalu hujan turun dengan lebatnya. Sheikh Said berada seorang diri di atas puncak gunung itu. Beliau tidak mempunyai tempat berlindung dari air hujan yang mencurah-curah selain pepohonan yang tidak cukup untuk melindungi diri dari basah. Setelah beberapa lama kemudian, hujan mulai reda dan turun rintik-rintik. Sheikh segera menggunakan kesempatan itu untuk kembali ke rumahnya. Sekujur tubuhnya basah kuyup. Di jalan, sepatunya koyak.Maka beliau lalu masuk ke desanya sambil membawa sepatunya itu dengan tangan dan berjalan melalui lumpur dengan sarung kakinya yang putih.

Berdekatan mata air ada beberapa penduduk Barla yang sedang berkumpul dan bersembang. Mereka menyaksikan pemandangan yang menakjubkan ini. Yaitu pemandangan seorang ulama besar yang disegani dan diasingkan dari tanah airnya ...seorang diri...terasing dari semua orang, sedang membawa sepatunya yang koyak dengan tangannya dan berjalan melalui tanah liat dengan sarung kakinya, sampai hujung pakainya pun berpalitan tanah liat. Para penduduk itu terdiam. Dua perasaan saling tarik-menarik di dalam diri mereka.Perasaan ingin segera menolongnya dan perasaan takut terhadap mata-matapenguasa yang sentiasa mengawasi setiap gerak-serinya. Akhirnya, salahseorang daripada penduduk itu tampil. Namanya Sulaiman. Dia mengambil kasut Sheikh dan membersihkannya di danau, kemudian dia mengiringi beliau sehingga sampai rumahnya dan masuk bersama beliau ke dalam kamarnya. (34)

Ini adalah permulaan perkenalan. Setelah itu Sulaiman menjadi murid setia Sheikh. Dia membantu dan menolongnya serta berguru kepadanya selama lapan tahun. Dialah penghubung pertama antara Sheikh dengan orang lain. Kemudian murid-murid Sheikh pun bertambah banyak. Beliau segera menyebarkan risalah-risalahnya yang dijuluki dengan risalah-risalah an-Nur secara sembunyi-sembunyi, dan semakin bertambahlah kelompok pengajian Sheikh. Mereka mengkaji risalah-risalah an-Nur lalu menulisnya kembali dan menyebarkannya ke seluruh pelosok Turki dengan menanggung akibat perbuatan ini – yaitu ditangkap, diusir dan diseksa – dengan senang hati. 

RISALAH-RISALAH AN-NUR

Pada tahun-tahun gelap itu Islam mendapat goncangan yang kuat di Turki. Perang melawan Islam dipimpin oleh pemerintah dengan segala alat propaganda dan media massa yang dimilikinya dan dengan pena orang-orang munafik, para penjilat dan musuh-musuh Islam dari kalangan para penulis dan wartawan. Dan pada waktu yang sama, mulut para da’i disumbat dan dihalangi daripada membela akidah mereka. Asas Islam dan prinsip dasarnya telah diserang dengan keraguan dan pengingkaran di dalam diri kebanyakan pemuda yang tidak mendapatkan pembimbing dan pendidik. Melihat keadaan itu, Sheikh Said Nursi mengambil keputusan untuk memikul amanah besar tersebut di atas bahunya dan beliau berusaha untuk “menyelamatkan iman”di Turki.

Ya, menyelamatkan iman adalah masalah utama yang tidak boleh ditangguhkan atau dilalaikan. Beliau membetulkan persepsi orang terhadap dirinya yang telah dipalsukan oleh para penguasa yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang sheikh tarekat sufi. Kata beliau : “Saya bukan seorang sheikh sufi. Sekarang bukan waktu tarekat sufi, akan tetapi waktu menyelamatkan iman”.(35). Kita melihat bahawa risalah pertama yang beliau karang adalah risalah “al-Hasyr” kerana masalah kebangkitan dan kewujudan hari kiamat serta hari pengumpulan semula (di padang mahsyar) telah dikelirukan persepsinya oleh para penguasa sehingga seolah-olah hanyalah khurafat atau cerita dongeng yang tiada sandaran bukti akal atau ilmiahnya. Sheikh telah menerangkan di dalam risalah ini mengenai masalah kebangkitan dan pengumpulan dengan berilhamkan Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik) seraya memberikan pandangan yang dekat dengan penglihatan manusia dan kehidupannya yang nyata. Antara lain; tidurnya adalah salah satu macam daripada kematian, dan terjaganya adalah semacam kebangkitan. Tumbuh-tumbuhan layu dan mati, tetapi tak lama kemudian berdaun dan berbunga lagi. Ini adalah proses kebangkitan yang baru, yang sentiasa berulang-ulang di depan kita, jadi mengapa hairan terhadap kebangkitan pada hari kiamat? 

Penulisan risalah-risalah an-Nur dan penerbitannya adalah sesuatu yang istimewa di dalam sejarah dakwah Islamiah moden. Hal itu kerana Sheikh Said Nursi tidak menulis kebanyakan risalahnya dengan tangannya sendiri, karena beliau adalah setengah buta huruf dari segi kemampuan menulis. Beliau mendiktekan risalah-risalah ini kepada beberapa muridnya pada waktu-waktu semangat rohani dan perasaannya berkobar. Setelah itu, teks asli tersebut tersebar di kalangan murid-muridnya yang selanjutnya mereka salin dengan tangan, kemudian teks-teks tersebut dikembalikan kepada beliau untuk ditelitinya satu persatu dan dibetulkan jika salah.26 Beliau tidak mempunyai sebarang kitab atau bahan rujukan ketika mengarang selain al-quran al-karim. Beliau dalam hal ini ditolong oleh anugerah Allah berupa ingatan yang luar biasa dan kekuatan menghafal yang sangat mengagumkan, sehingga ketika menulis risalah-risalah,beliau mengambil daripada khazanah hafalannya terhadap sumber rujukan ilmu-ilmu agama yang telah beliau baca ketika muda dahulu.
--------------------------------------------------
26 Abdullah Jawish berkata: “Saya meninggalkan desa Islam setelah maghrib dengan membawa risalah-risalah an-Nur yang disalin oleh al-Hafidh Ali di dalam begku. Saya berjalan semalaman sehingga sampai di Barla pada waktu fajar dan saya melihat Sheikh sedang menunggu. Beliau menyambutku dengan gembira sekali. Kami solat subuh berjamaah, kemudian saya tidur. Keesokan harinya saya menerima naskhah dari Sheikh dan meninggalkan Barla pada waktu malam hari supaya sampai di desa “Islam” dan menyerahkan naskah tersebut kepada al-Hafidh Ali:. (DariSon Sahitleer jilid 1 hal 69)

CARA MENYEBARKAN RISALAH-RISALAH AN-NUR

Pada waktu itu huruf Arab telah ditukar menjadi huruf Latin. Mencetak danmenerbitkan buku dengan huruf Arab adalah dilarang. Percetakan-percetakan yangmenggunakan huruf tersebut telah disegel. Maka cara menyalin dengan tangansecara rahsia adalah cara satu-satunya yang efektif untuk menyebarkanrisalah-risalah orang yang diasingkan, diawasi dan dilarang mengarang sertamenerbitkan. Apa lagi beliau berkeras hati untuk menulis dengan huruf Arabuntuk menjaga supaya tidak lenyap dan dilupakan.
Ketika kelompok pengajian murid-murid Sheikh Said semakin meluas, risalah-risalah ini sampai ke desa-desa dan daerah-daerah sekitar Barla.Risalah-risalah tersebut tersebar dan dipelajari secara rahasia. Bahkan ia dibawa sampai ke kota-kota lain yang jauh dan mendapat tempat di hati dan jiwa baru yang haus akan hidayah dan nur di padang pasir yang panas dan gelap-gelita.

Pemerintah mulai mengusir murid-murid an-Nur dan menyerbu serta menyiasat tempat tinggal mereka. Murid-murid pun menerima tekanan-tekanan ini dengan lapang dada dan keyakinan yang teguh bahwa penjara adalah harga paling murahyang harus mereka bayar sebagai cukai iman dan bahwa penjara tiada lain adalah “sekolah Yusuf” sebagaimana istilah Sheikh yang mengadaptasinya dari ayat suci dalam surat Yusuf:

“Kerana itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya” (Surat Yusuf 42).
Berpuluh-puluh, kemudian beratus-ratus, bahkan beribu-ribu murid an-Nur, baik laki-laki mahupun wanita, tekun menyalin Risalah-Risalah an-Nur siang dan malam dalam masa yang lama. Bahkan ada sebagian dari mereka yang menghabiskan masa tujuh tahun tidak meninggalkan rumahnya untuk melaksanakan tugas ini.

KAUM WANITA DI JALAN AN-NUR

Di dalam kampungnya ini, kaum wanita turut andil dengan efektif dansungguh-sungguh. Para pemudi yang bisa menulis ikut andil menulis dan menyalin,sedang mereka yang tidak bisa meniru tulisan, yakni menulis dengan cara mengukir dan menggambar. Beberapa wanita datang kepada Sheikh Said Nursi dan berkata: “Wahai Sheikh, kami – agar kami bisa ikut serta mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah untuk suami kami agar mereka dapat melapangkan sepenuh masa mereka untuk menulis risalah-risalah an-Nur”.(36)

Risalah-risalah an-Nur tersebar dengan cara demikian selama dua puluh tahun. Setelah itu, ia dicetak pertama kalinya dengan Roneo.27 Ia tidak dicetak dipercetakan umum kecuali pada tahun 1956M. Ini kecuali risalah al-Hasyr, karenaia dicetak secara sembunyi-sembunyi di Istanbul dengan perantaraan salah seorang muridnya. 

Kongsikan :

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...